Kisah
Nabi Isa AS ; Bayi Ajaib yang Lahir dari Rahim Wanita Pilihan
Dalam kondisi masih bayi,
Isa telah mampu membela kehormatan sang Ibu, Maryam. “Aku adalah hamba Allah,
Dia memberiku Al-kitab dan menjadikan diriku seorang Nabi,” jawab Isa membela ibunya.
Padahal saat itu, ia masih bayi dan masih dalam gendongan sang ibu.
Nabi Isa AS lahir ke dunia
dari rahim Maryam, seorang wanita suci yang dipelihara Tuhan sejak lahir,
dewasa hingga wafat. Sedangkan Maryam adalah anak tunggal pasangan Imran dan Hannah
yang lahir yatim karena Imran meninggal ketika Hannah hamil beberapa bulan.
Sesuai nazarnya kepada Tuhan, Hannah menyerahkan Maryam kepada Nabi Zakaria
untuk mengurus rumah Tuhan atau Baitul Aqsa (QS Ali Imran: 35-36).
Sejak saat itu Maryan
diasuh oleh Nabi Zakaria, yang masih ada hubungan famili, menghuni mihrab
masjid tersebut dan melakukan kewajiban sebagau perawat masjid. Sebuah
pekerjaan yang selama itu hanya dilakukan oleh anak lelaki. Selama itu
kebutuhan hidup Maryam dipenuhi oleh Zakaria, yang sudah tua renta. Pada suatu
hari Zakaria heran melihat buah-buahan di mihrab Maryam, padahal pada saat itu
belum musim buah-buahan.
“Wahai Maryam, darimana
kamu memperoleh buah-buahan ini?” tanya Zakaria dengan nada keheranan.
“Dari Allah,” jawab Maryam.
“Sesungguhnya dia memberikan rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dengan
tiada terkira.”
Hal ini menyadarkan Zakaria
bahwa kemenakannya itu bukan perempuan sembarangan. Ia wanita suci pilihan
Allah. Sejak Imran dan Hannah di persatukan dalam pernikahan, pasangan ini
telah dipilih Tuhan untuk melahirkan keturunan orang mulia. Anak yang
didambakan itu pun lahir setelah pasangan tersebut beranjak tua, itupun setelah
mereka mengajukan permohonan yang tiada henti kepada Allah, siang malam Hannah
bersujud kepada Tuhan dengan khusyuk agar di karuniai anak laki-laki disertai
nazar bahwa anaknya kelak akan diserahkan untuk menjaga rumah suci Baitulmaqdis
(Aqsa).
Doa itu akhirnya dikabulkan
Allah, tetapi ketika usia kehamilan Hannah telah beberapa bulan, Imran meninggal
dunia, dalam usia yang sangat tua, Hannah melahirkan seorang anak perempuan,
diberi nama Maryam, yang bermakna “Pengabdi Tuhan.” Sesuai dengan Nazar, anak
itu diserahkan kepada Baitulmaqdis sebelum akhirnya diasuh oleh Nabi Zakaria.
Kehadiran si kecil Maryam seakan-akan mengobati kerinduan Nabi Zakaria terhadap
anak, setelah anaknya, Nabi Yahya, dewasa dan tinggal terpisah.
Malaikat Jibril
Malaikat Jibril
Pada suatu hari ketika
Maryam sudah dewasa, ia ketakutan. Ketika sedang tekun bertasbih di dalam
mihrab, seorang lelaki tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Masalahnya,
seumur-umur ia belum pernah berkenalan dengan lelaki, kecuali dengan Nabi
Zakaria. Padahal ketika itu Nabi Zakaria sudah tiada. Lelaki tersebut ternyata
Malaikat Jibril. (QS 16: 17).
“Hai Maryam, sesungguhnya
Allah akan memberimu seorang anak lelaki, namanya Isa Almasih,” kata Jibril.
“Dia seorang putra yang suci.” (QS 16: 19).
“Bagaimana bisa saya punya
anak,” bertanya Maryam kepada Jibril. “Tiada lelaki yang menyentuh diriku dan
aku bukan pelacur.” (QS 16: 20).
“Tuhanmu telah berfirman,”
kata Jibril. “Itu gampang saja bagi-Ku, kami hendak menjadikannya sebagai tanda
bagi manusia dan suatu rahmat dari kami, dan itu adalah keputusan yang sudah
ditetapkan.” (QS 16: 21).
Seiring gaibnya Jibril,
Maryam menjadi menggigil ketakutan, ia tidak dapat membayangkan reaksi
orang-orang di sekitarnya kelak jika mengetahui ia hamil tanpa suami. Atas
kehendak Allah, beberapa lama kemudian Maryam hamil. Untuk menghindari
gunjingan dari pengunjung rumah suci, ia pun meninggalkan Baitulmaqdis di
Jerussalem, dan menyingkir ke tempat yang jauh di timur (QS 16: 22). Ada yang
menafsirkan Maryam pergi ke desanya, Annashirah.
Tidak mudah bagi Maryam
untuk menjelaskan kehamilannya kepada orang lain, karena mereka pasti berpraduga
bahwa dirinya telah melakukan perbuatan zina. Semua derita itu ditanggung
sendiri. Seperti ibunya dulu. Maryam kemudian lebih banyak bermunajat ke
hadirat Allah SWT, mohon perlindungan, kesabaran, dan agar diberi kekuatan
lahir batin.
Ketika saat melahirkan
hampir tiba, Maryam meninggalkan desanya dan berjalan sepembawa langkah. Senja
yang menjamah bumi tidak membuatnya kecut, bahkan manambah panjang langkahnya
hingga malam menjelang. Begitu dirasa perutnya mulas, ia bersandar pada
sebatang pohon kurma, dengan nada kesakitan, ia meratap. “Sekiranya aku mati
sebelum ini, sekiranya aku dilupakan dan tidak diperhatikan.” (QS 16: 23).
“Jangan bersedih hati,
Tuhanmu telah menjadikan seorang yang mulia di bawahmu,” kata sebuah suara yang
berasal dari arah bawah (QS 16: 24). Dengan kehendak Allah, bayi Isa pun lahir
dengan selamat. Di bawah temaramnya sinar bintang, Maryam kemudian memeluk
bayinya dengan perasaan gembira. Tempat kelahiran Isa itu dalam bahasa setempat
adalah Betlehem.
Lelah setelah berjalan jauh
dan sakit akibat melahirkan membuat Maryam semakin menderita. Apalagi malam
semakin larut dan sepi dari komunitas manusia. “Bagaimana bisa mendapatkan
makanan,” pikirnya. Tiba-tiba suara halus berbisik di telinganya, ”Jangan
takut, sesungguhnya tuhanmu telah menjadikan sebuah anak sungai di bawahmu. Dan
goyanglah batang kurma itu ke arahmu, akan gugur buah kurma segar dan matang.
Makan dan minumlah dan senangkanlah hatimu.” (QS 16: 25-26)
Selanjutnya Tuhan
berfirman. “Jika kamu lihat manusia, katakanlah bahwa kamu bernazar akan
berpuasa kepada Allah, karena itu, hari ini kamu tidak akan berbicara kepada
siapapun.” (QS 16: 26).
Bayi Ajaib
Bayi Ajaib
Selanjutnya dengan air dan
buah-buahan pemberian dari Tuhan itu, Maryam memperoleh kembali kesehatan dan
kekuatan jasmani dan rohaninya. Ia bahkan merasakan badannya sama seperti
ketika masih perawan. Dengan kondisi badan yang kembali fit, ia juga merasakan
batinnya siap. Sehingga ia memutuskan kembali pulang ke desanya. Itu berarti ia
juga siap menerima cibiran masyarakat karena selama itu ia memang telah
dikucilkan.
Benar juga, ketika Maryam
sudah sampai kembali kerumahnya orang-orang berduyun-duyung mendatanginya,
seolah-olah mendapat tontonan gratis. Tontonan itu berupa Maryam dan bayinya,
Almasih, nama yang diberikan Tuhan. Diantara mereka ada yang kasihan, ada yang
marah, dan ada yang heran.
‘Wahai Maryam, kamu ini
sungguh telah melakukan perbuatan yang keji, punya anak tanpa suami, padahal
keluargamu terhormat dan saleh. Darimana kamu mendapat sifat buruk ini? Kata
mereka dengan nada berang (QS 16: 27-28). Mereka lupa bahwa Adam dihadirkan ke
dunia justru sudah jadi orang, karena kelahirannya adalah di surga, dan tanpa
proses adanya figur bapak-ibu, melainkan dari segumpal tanah yang ditiup dengan
roh.
Tentu saja Maryam tidak
bisa menjawab dengan itu, karena IQ mereka rendah sehingga tidak gampang bisa
menerima penjelasannya. Makanya ia lebih banyak diam sambil menunjuk kepada
bayinya. Maksudnya agar mereka menanyakan langsung kepada Isa tentang hal-hal
yang ingin di ketahui sehubungan dengan kelahirannya kedunia. Tak urung hal itu
dianggap sebagai ejekan. “itu sungguh-sungguh gila,” kata mereka. “Bagaimana
mungkin bayi bisa bicara?” (QS 16: 29).
Tidak ada yang tidak
mungkin bagi Allah. Begitu mendengar hujatan yang bertubi-tubi di arahkan
kepada ibunya, bayi Isa yang ada dalam gendongan ibunya itu bergerak pelan
menampakkan dirinya kepada orang-orang itu. Mereka terkejut karena bayi itu
sangat elok dan memancarkan cahaya yang memikat.
“Aku memang hamba Allah,”
kata bayi Isa. “Ia memberiku Alkitab, dan menjadikan diriku sebagai seorang
Nabi.” (QS 16: 30). “Ia menjadikan diriku diberkati dimanapun aku berada. Ia
memerintahkan aku salat dan berzakat selama aku hidup.” (QS 16: 31) “Ia jadikan
aku berbakti kepada bundaku dan tiada ia jadikan aku sombong atau durhaka.” (QS
16: 32). “Selamatlah aku pada saat aku dilahirkan, pada hari aku akan mati, dan
pada hari aku dibangkitkan menjadi hidup (kembali).” (QS 16: 33).
Bukan main terkejutnya para
kaum kerabat dan semua yang menyaksikan bayi itu. Bayi itu telah menjelaskan
sendiri jati dirinya dengan gamblang. Ia bukan bayi sembarangan. Dengan
demikian ibunya pasti wanita pilihan tuhan.
Kabar tentang bayi Maryam yang dapat bicara segera menyebar
kemana-mana dengan cepatnya. Prasangka buruk kepada Maryam kemdian berubah
menjadi hormat. Ada yang langsung percaya bahwa bayi Nabi itulah yang mereka
tunggu, meski ada yang tetap menolak kenabian Isa karena menganggap anak haram,
dan sebagainya.