Social Icons

twitterfacebook gilangdamarmukti google plus gilangdamarmuktilinkedinrss feedemail

Saturday, 24 May 2014

Prosa Liris


Cinta
Katakan kepada hidupku, tentang cinta yang menyatukan langit dan bumi.
Katakanlah kepadaku, wahai kekasih.
Saat jiwamu kau pagari dengan kesucian.
Maka tak kan ada ruang bagi budak-budak cinta akan memasukinya.
Maka hidupku adalah jiwa yang mabuk dan terpesona dengan pijar di matamu.
Padahal sinar matamu teruntuk jalan bila gelap, dan buat cahaya di antara hati dan mimpi.

Akulah yang melihatmu dalam pijar langit dan bumi.
Yang mengajariku bahwa cinta adalah kenyataan yang memenuhi keduanya.
Jika mimpi telah beranjak, siapakah yang menemukan kemuliaanya kembali di tanah ini ?
Mimpilah yang mengajarkan hidup tentang kehalusan, dan jiwa yang penuh kasih.

Katakanlah kepadaku,
hai kekasih, yang memijarkan kalbuku adalah jiwamu.
Lalu mengapakah aku seperti budak-budak kesunyian kerena rasa cinta kepadamu.
Adakah hidup yang mencintai adalah kebencian di langit, karena telah ku pijak sang bumi dengan rindu-rindu hatiku kepadamu.

Katakanlah kekasih,
tentang cinta yang menyatukan langit dan bumi.
Di saat langit mengenggam jiwamu, aku juga memburu nafasmu.
Biarkan aku berpacu dengan jalan, waktu, dan takdir.
Dan janganlah bulan menjauhiku jika malam aku melukismu.
Bumilah tempat kasih jiwa tumbuh, dan langit adalah pucuk- pucuknya.

Kekasih dengarlah jika langit telah menghujamiku cerca, ia berkata,
“pergilah kepada kesunyian dan hati yang tersiksa, di jalan-jalan bumi cinta menyengsarakan hati, dan menjauhkan segala mimpi. “
Cintakah yang melibatkan hidup di dalam penantian, pada hari-hari yang tidak pernah pasti.
Tentang keburamannya yang menebar tak terarah.
Menghapus cahaya dan jiwapun sirna.
Atau cintakah yang melarikan mimpi- mimpi ke dalam belenggu sunyi, yang memenjarakan kalbu.

Maka simaklah apa yang diucapkannya saat ku pandang langit dari atas negeri ini,
“ tembuslah sejauh cakrawala untuk bisa meraih sang cinta, atau jika engkau telah mengarungi semua kematian. “
Yah, cinta adalah kematian sekaligus kehidupan.
Kematiannya seperti para pemabuk yang tidak sadarkan diri, berjalan dalam sunyi malam, mengigau di lorong-lorong kota, menjeritkan ketidaktahuan dan kegelisahan.
Cinta yang membunuh kesadaran, merampas jiwa menjadi budak-budak cintanya, membelenggunya.
Menjadikan jiwa-jiwa putus asa, membenci kehidupan, mendendam kepada senyuman yang tersungging di bibir pagi.

Cinta adalah kuburan bagi kenangan, yang diziarahi tangis dan mimpi, yang selalu ditaburi doa-doa sunyi, di saat jiwa meratapi dunia yang merebut janji sang kekasih.
Cinta adalah saat-saat buta, karena tidak dapat melihat selain wajah keinginan, dan menatap kerinduan bagai alam yang teramat jauh, yang tidak akan terjangkau selamanya meski hidup telah melakukan segalanya.
Sedang hidupnya cinta seperti jiwa yang berfijar, laksana suluh yang membangunkan tidur yang beku karena waktu senantiasa melelapkan lembah- lembah, dialah fijar yang membidik titik kebangkitan bagi kehidupan yang telah diselubungi aroma kematian di kalbunya.
Cinta seperti pijar yang keluar dari keluhuran semesta,
menjadikan cahaya wajah begitu indah pada senyum bahagianya,
lidahnya yang melantunkan puji-puji, tangannya yang melukis kenyataan,
jiwanya yang menulis kebenaran, dan hidupnya mengusir kematian segala makna.

Cinta adalah pijar di kegelapan dan kehampaan, saat para jiwa terduduk lesu terperangkap.
Yang menembus ke dalam naluri dan menerangi sisi yang sunyi, mengajarinya melihat hidupnya langit, dan menghangatkannya dengan menghidupkan kasih.
Maka dimanakah kehidupan cinta, yang bisa melindungiku dari kesedihan.
Atau bisa menghindarkanku dari sunyi yang membunuh.

Ucapkanlah, hai kekasih.
Dari lidah jiwamu, tentang cinta yang menyatukan langit dan bumi.
Agar ada jalan bagi bayanganku yang menjejaki bumi dapat melayang tinggi di sekitar langit, bersama bayangmu yang menghiasi mimpi-mimpi.

No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates